Lamin Benung

Lamin Benung Kec. Damai Kab. Kutai Barat, Kaltim, Indonesia. Identitas Dayak Benuaq Benung yang tersisa... Miss and Love...

Selasa, 24 Juni 2008

KISAH DARI BULELENG

PERDA: MENGABDI KEPADA SIAPA?

Kisah
Dalam sebuah percakapan di salah satu ruang di gedung DPRD Buleleng, Selasa, 19 September 2006, seorang anggota Komisi B DPRD Buleleng, mengutarakan pemikirannya. Pikiran itu disampaikannya dalam percakapan yang mengulas proses penyusunan Rancangan Perda Buleleng tentang Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Perikanan. Pada saat percakapan berlangsung, proses penyusunan sedang memasuki pembahasan di sidang Pansus DPRD. Pada satu ketika pembahasan berhenti pada diskusi mengenai penyerasian rancangan perda tersebut dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Menurutnya, salah satu yang diperhatikan oleh Pansus, adalah memastikan Raperda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Ia menempatkan prinsip atau asas ini sebagai yang sangat utama. Sampai-sampai, pikiran itu mewarnai jawaban nya ketika diajukan pertanyaan berikut ini: bila ada perbedaan antara kehendak masyarakat dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, apa yang akan dilakukan oleh Pansus? Tanpa berpikir panjang ia menjawab bahwa persoalan itu akan disikapi dengan cara mengutamakan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Itu dilakukan sekalipun harus mengabaikan kehendak masyarakat. Ia membandingkan antara peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan kehendak masyarakat. Baginya, ketentuan peraturan perundangan memuat kepentingan nasional, sementara kehendak masyarakat (di Buleleng) lebih merupakan kepentingan pribadi-pribadi.

Perenungan
Pemikiran di atas adalah contoh dari penggunaan penalaran silogisma deduktif atau penggunaan logika formalistik. Silogisme deduktif adalah model penalaran yang menggunakan pernyataan, dalil atau norma yang bersifat umum sebagai cara untuk melihat atau menyikapi kenyataan yang bersifat kongkrit (peristiwa kongkrit). Dalil atau norma-norma untuk terlebih dahulu dirumuskan untuk selanjutnya dianggap mengandung kebenaran universal. Karena anggapan yang demikian, kenyataan atau peristiwa-peristiwa kongkrit diharuskan untuk menyesuiakan dengan dalil atau norma-norma universal tersebut. Melakukan penyesuaian tersebut dianggap sebagai proses mempertahankan atau menemukan kebenaran.

Setali tiga uang, logika formalistik adalah nama lain dari silogisme deduktif. Formalisme adalah ajaran atau cara berpikir yang mengutamakan bahwa menunggalkan kebenaran pada hal-hal yang bersifat formal seperti hukum atau peraturan perundang-undangan. Formalisme adalah ajaran atau cara berpikir yang mengasalkan atau mengakhiri sesuatu dari dan pada hukum/peraturan perundang-undangan. Ketentuan atau prosedur yang telah dibakukan secara formal oleh peraturan perundang-undangan ditempatkan sebagai acuan dalam melakukan dan menilai sesuatu. Segala hal terpulang kepada ketentuan atau prosedur formal. Masalah-masalah yang muncul dalan peristiwa-peristiwa nyata, harus diselesaikan dengan merujuk pada ketentuan formal. Bila terdapat hal-hal yang menyimpang dari ketentuan atau prosedur formal, maka harus disimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran. Pelanggaran atas ketentuan dan prosedur formal yang dianggap mengandung kebeneran universal karena telah mewakili kepentingan banyak orang. Formalisme tidak menyediakan ruang yang memungkinkan orang untuk mempertanyakan kebenaran-ketentuan atau prosedur formal. Menurut ajaran ini, hal itu bukan lah domain- nya lapangan hukum. Lagipula hukum atau peraturan perundangan harus dianggap sebagai produk yang sudah baik karena dihasilkan oleh organ-organ negara atau pemerintah. Tidak penting untuk mempertanyakan bagaimana organ atau orang yang duduk dalam organ tersebut dibentuk dan terpilih. Tidak penting juga untuk mempersoalkan bagaimana organ-organ tersebut menghasilkan hukum atau peraturan perundangan. Hukum mulai bekerja bukan dengan mempertanyakan mengapa dibuat demikian dan mengapa isinya demikian, melaikan dengan menanyakan apa atau bagaimana isinya. Dalam beberapa hal, hukum atau peraturan perundangan telah ditempatkan sebagai sebuah aksioma yang tidak perlu lagi mempertanyakan kebenarannya. (by : Rikardo Simarmata)

Tidak ada komentar: